Rabu, 17 Desember 2008

PRESENTASI ENERGI BIOMASSA

APAKAH BIOMASSA ITU?????
Biomassa adalah bahan organik yang dihasilkan melalui pross fotosintetik, baik berupa produk maupun buangan.
Contoh biomassa antara lain adalah tanaman, pepohonan, rumput, ubi, limbah pertanian, limbah hutan, tinja dan kotoran ternak.
Merupakan produk fotosintesis, yakni butir-butir hijau daun yang bekerja sebagai sel-sel surya, menyerap energi matahari dan mengkonversi karbon dioksida dengan air menjadi suatu senyawa karbon, hidrogen, dan oksigen.
CO2 + H2O + E Cx(H2O) + O2

FACT OF BIOMASSA
1.Biomassa merupakan sumber energi primer yang sangat potensial di Indonesia, yang dihasilkan dari kekayaan alamnya berupa vegetasi hutan tropika. Biomassa bisa diubah menjadi listrik atau panas dengan proses teknologi yang sudah mapan. Selain biomassa seperti kayu, dari kegiatan industri pengolahan hutan, pertanian dan perkebunan, limbah biomassa yang sangat besar jumlahnya pada saat ini juga belum dimanfaatkan dengan baik.
2.Biomassa : Suatu bentuk energi yang diperoleh secara langsung dari makhluk hidup (tumbuhan). Contoh : kayu, limbah pertanian, alkohol,sampah dll
Biomassa berfungsi sebagai :
-sebagai penyedia sumber karbon untuk energi,
-dengan teknologi modern dalam pengkonversiannya dapat menjaga emisi pada tingkat yang rendah.
-mendorong percepatan rehabilitasi lahan terdegradasi dan perlindungan tata air.
-digunakan untuk menyediakan berbagai vektor energi, baik panas, listrik atau bahan bakar kendaraan.

BIOMASSA SEBAGAI SUMBER ENERGI
Potensi biomassa di Indonesia yang bisa digunakan sebagai sumber energi jumlahnya sangat melimpah. Limbah yang berasal dari hewan maupun tumbuhan semuanya potensial untuk dikembangkan. Tanaman pangan dan perkebunan menghasilkan limbah yang cukup besar, yang dapat dipergunakan untuk keperluan lain seperti bahan bakar nabati.
Pemanfaatan limbah sebagai bahan bakar nabati memberi tiga keuntungan langsung:
Pertama, peningkatan efisiensi energi secara keseluruhan karena kandungan energi yang terdapat pada limbah cukup besar dan akan terbuang percuma jika tidak dimanfaatkan.
Kedua, penghematan biaya, karena seringkali membuang limbah bisa lebih mahal dari pada memanfaatkannya.
Ketiga, mengurangi keperluan akan tempat penimbunan sampah karena penyediaan tempat penimbunan akan menjadi lebih sulit dan mahal, khususnya di daerah perkotaan.
Selain pemanfaatan limbah, biomassa sebagai produk utama untuk sumber energi juga akhir-akhir ini dikembangkan secara pesat. Kelapa sawit, jarak, kedelai merupakan beberapa jenis tanaman yang produk utamanya sebagai bahan baku pembuatan biodiesel. Sedangkan ubi kayu, jagung, sorghum, sago merupakan tanaman-tanaman yang produknya sering ditujukan sebagai bahan pembuatan bioethanol.
Pemanfaatan energi biomassa dapat dilakukan dengan berbagai cara. Dewasa ini teknologi pemanfaatan energi biomassa yang telah dikembangkan terdiri dari :
1. Pembakaran langsung (direct combustion) dalam bentuk pemanfaatan panas.
Pemanfaatan panas biomassa telah dikenal sejak dulu seperti pemanfaatan kayu bakar. Pemanfaatan yang cukup besar umumnya untuk menghasilkan uap pada pembangkitan listrik atau proses manufaktur. Dalam sistem pembangkit, kerja turbin biasanya memanfaatakan ekspansi uap bertekanan dan bertemperatur tinggi untuk menggerakkan generator. Di industri kayu dan kertas, serpihan kayu terkadang langsung dimasukkan ke boiler untuk menghasilkan uap untuk proses manufaktur atau menghangatkan ruangan. Beberapa sistem pembangkit berbahan bakar batubara menggunakan biomassa sebagai sumber energi tambahan dalam boiler efisiensi tinggi untuk mengurangi emisi.
2. Konversi menjadi bahan bakar cair.
Dua bahan bakar bio yang paling umum adalah ethanol dan biodiesel. Ethanol merupakan alkohol yang dibuat dengan fermentasi biomassa dengan kandungan hidrokarbon yang tinggi seperti jagung metaldi proses yang sama untuk membuat bir. Ethanol paling sering digunakan sebagai aditif bahan bakar untuk mengurangi emisi CO dan asap lainnya dari kendaraan. Biodiesel merupakan ester yang dibuat menggunakan minyak tanaman, lemak binatang, ganggang, atau bahkan minyak goreng bekas. Biodiesel dapat digunakan sebagai aditif diesel untuk mengurangi emisi kendaraan atau dalam bentuk murninya sebagai bahan bakar kendaraan
3. Pemanfaatan Gas Biomassa
Pemanfaatan gas biomassa skala kecil yang banyak diaplikasikan oleh masyarakat adalah pemanfaatan gas metana hasil fermentasil yang langsung dibakar untuk dimanfaatkan panasnya. Pada skala yang lebih maju pemanfaatan gas biomassa dilakukan melalui sistem gasifikasi menggunakan temperatur tinggi untuk mengubah biomassa menjadi gas (campuran dari hidrogen, CO dan metana).

PRINSIP PEMBAKARAN BAHAN BAKAR
Prinsip pembakaran bahan bakar sejatinya adalah reaksi kimia
bahan bakar dengan oksigen (O). Kebanyakan bahan bakar
mengandung unsur Karbon (C), Hidrogen (H) dan Belerang (S).
Akan tetapi yang memiliki kontribusi yang penting terhadap energi yang dilepaskan adalah C dan H. Masing-masing bahan bakar mempunyai kandungan unsurC dan H yang berbeda-beda.
Proses pembakaran terdiri dari dua jenis yaitu pembakaran lengkap (complete combustion) dan pembakaran tidak lengkap (incomplete combustion). Pembakaran sempurna terjadi apabila seluruh unsur C yang bereaksi dengan oksigen hanya akan menghasilkan CO2, seluruh unsur H menghasilkan H2O dan seluruh S menghasilkan SO2.
Sedangkan pembakaran tak sempurna terjadi apabila seluruh unsur C yang dikandung dalam bahan bakar bereaksi dengan oksigen dan gas yang dihasilkan tidak seluruhnya CO2. Keberadaan CO pada hasil pembakaran menunjukkan bahwa pembakaran berlangsung secara tidak lengkap.
Jumlah energi yang dilepaskan pada proses pembakaran dinyatakan sebagai entalpi pembakaran yang merupakan beda entalpi antara produk dan reaktan dari proses pembakaran sempurna. Entalpi pembakaran ini dapat dinyatakan sebagai Higher Heating Value (HHV) atau Lower Heating Value (LHV). HHV diperoleh ketika seluruh air hasil pembakaran dalam wujud cair sedangkan LHV diperoleh ketika seluruh air hasil pembakaran dalam bentuk uap. Pada umumnya pembakaran tidak menggunakan oksigen murni melainkan memanfaatkan oksigen yang ada di udara. Jumlah udara minimum yang diperlukan untuk menghasilkan pembakaran lengkap disebut sebagai jumlah udara teoritis (atau stoikiometrik). Akan tetapi pada kenyataannya untuk pembakaran lengkap udara yang dibutuhkan melebihi jumlah udara teoritis.
Kelebihan udara dari jumlah udara teoritis disebut sebagai excess air yang umumnya dinyatakan dalam persen. Parameter yang sering digunakan untuk mengkuantifikasi jumlah udara dan bahan bakar pada proses pembakaran tertentu adalah rasio udara-bahan bakar. Apabila pembakaran lengkap terjadi ketika jumlah udara sama dengan jumlah udara teoritis maka pembakaran disebut sebagai pembakaran sempurna.


PEMANFAATAN ENERGI BIOMASSA
-Agar biomassa bisa digunakan sebagai bahan bakar maka diperlukan teknologi untuk mengkonversinya. Terdapat beberapa teknologi untuk konversi biomassa, dijelaskan pada Gambar 2. Teknologi konversi biomassa tentu saja membutuhkan perbedaan pada alat yang digunakan untuk mengkonversi biomassa dan menghasilkan perbedaan bahan bakar yang dihasilkan.
-Secara umum teknologi konversi biomassa menjadi bahan bakar dapat dibedakan menjadi tiga yaitu pembakaran langsung, konversi termokimiawi dan konversi biokimiawi. Pembakaran langsung merupakan teknologi yang paling sederhana karena pada umumnya biomassa telah dapat langsung dibakar. Beberapa biomassa perlu dikeringkan terlebih dahulu dan didensifikasi untuk kepraktisan dalam penggunaan. Konversi termokimiawi merupakan teknologi yang memerlukan perlakuan termal untuk memicu terjadinya reaksi kimia dalam menghasilkan bahan bakar. Sedangkan konversi biokimiawi merupakan teknologi konversi yang menggunakan bantuan mikroba dalam menghasilkan bahan bakar.

BIOBRIKET
Briket adalah salah satu cara yang digunakan untuk mengkonversi sumber energi biomassa ke bentuk biomassa lain dengan cara dimampatkan sehingga bentuknya menjadi lebih teratur. Briket yang terkenal adalah briket batubara namun tidak hanya batubara saja yang bisa di bikin briket. Biomassa lain seperti sekam, arang sekam, serbuk gergaji, serbuk kayu, dan limbah-limbah biomassa yang lainnya. Pembuatan briket tidak terlalu sulit, alat yang digunakan juga tidak terlalu rumit.
Di IPB terdapat banyak jenis-jenis mesin pengempa briket mulai dari yang manual, semi mekanis, dan yang memakai mesin. Adapun cara untuk membuat biobriket secara semi mekanis disajikan dalam bentuk video.

GASIFIKASI BIOMASSA
-Gasifikasi biomassa dapat didefinisikan sebagai proses konversi bahan selulosa dalam suatu reaktor gasifikasi (gasifier) menjadi bahan bakar. Gas tersebut dipergunakan sebagai bahan bakar motor untuk menggerakan generator Gambar 3. Skema Gasifikasi Biomassa dan Sistem Pembangkit Daya
-pembangkit listrik. Gasifikasi merupakan salah satu alternatif dalam rangka program penghematan dan diversifikasi energi. Selain itu gasifikasi akan membantu mengatasi masalah penanganan dan pemanfaatan limbah pertanian, perkebunan dan kehutanan. Ada tiga bagian utama perangkat gasifikasi, yaitu : (a) unit pengkonversi bahan baku (umpan) menjadi gas, disebut reaktor gasifikasi atau gasifier, (b) unit pemurnian gas, (c) unit pemanfaatan gas.


PIROLISA
Pirolisa adalah penguraian biomassa (lysis) karena panas (pyro) pada suhu yang lebih dari 1500C. Pada proses pirolisa terdapat beberapa tingkatan proses, yaitu pirolisa primer dan pirolisa sekunder. Pirolisa primer adalah pirolisa yang terjadi pada bahan baku (umpan), sedangkan pirolisa sekunder adalah pirolisa yang terjadi atas partikel dan gas/uap hasil pirolisa primer. Penting diingat bahwa pirolisa adalah penguraian karena panas, sehingga keberadaan O2 dihindari pada proses tersebut karena akan memicu reaksi pembakaran.


LIQUIFICATION
Liquification merupakan proses perubahan wujud dari gas ke cairan dengan proses kondensasi, biasanya melalui pendinginan, atau perubahan dari padat ke cairan dengan peleburan, bisa juga dengan pemanasan atau penggilingan dan pencampuran dengan cairan lain untuk memutuskan ikatan. Pada bidang energi liquification tejadi pada batubara dan gas menjadi bentuk cairan untuk menghemat transportasi dan memudahkan dalam pemanfaatan.


BIOKIMIA
Pemanfaatan biokimia lainnya adalah proses biokimia.
Contoh proses yang termasuk ke dalam proses biokimia adalah hidrolisis, fermentasi dan an-aerobic digestion. An-aerobic digestion adalah penguraian bahan organik atau selulosa menjadi CH4 dan gas lain melalui proses biokimia.
Selain anaerobic digestion, proses pembuatan etanol dari biomassa tergolong dalam konversi biokimiawi. Biomassa yang kaya dengan karbohidrat atau glukosa dapat difermentasi sehingga terurai menjadi etanol dan CO2. Akan tetapi, karbohidrat harus mengalami penguraian (hidrolisa) terlebih dahulu menjadi glukosa. Etanol hasil fermentasi pada umumnya mempunyai kadar air yang tinggi dan tidak sesuai untuk pemanfaatannya sebagai bahan bakar pengganti bensin. Etanol ini harus didistilasi sedemikian rupa mencapai kadar etanol di atas 99.5%.

Senin, 08 Desember 2008

biomassa juga

Potensi Pengembangan Energi dari Biomassa Hutan di Indonesia
Oleh : Ika Heriansyah

PendahuluanPengembangan sumber energi dapat diperbaharui, termasuk biomassa, merupakan fundamental bagi kesinambungan ketersediaan energi masa depan. Biomassa dapat memainkan peranan penting sebagai sumber energi yang dapat diperbaharui, yang berfungsi sebagai penyedia sumber karbon untuk energi, yang dengan menggunakan teknologi modern dalam pengkonversiannya dapat menjaga emisi pada tingkat yang rendah. Di samping itu, penggunaan energi biomassa pun dapat mendorong percepatan rehabilitasi lahan terdegradasi dan perlindungan tata air. Secara general, keragaman sumber biomassa dan sifatnya yang dapat diperbaharui dapat berperan sebagai pengaman energi di masa mendatang sekaligus berperan dalam konservasi keanekaragaman hayati.Biomassa dapat digunakan untuk menyediakan berbagai vektor energi, baik panas, listrik atau bahan bakar kendaraan. Namun demikian, energi biomassa dapat berasal dari berbagai sumber daya dan mungkin juga rute konversi yang beragam, sehingga dapat menimbulkan pemahaman yang kompleks dalam implikasinya. Sejumlah isu memerlukan klarifikasi dalam rangka memahami potensi biomass sebagai sumber energi yang berkesinambungan: mengenai sumber daya dan ketersediaannya, aspek logistik, biaya-biaya rantai bahan baker, dan dampaknya terhadap lingkungan. Di sisi lain juga timbul pertanyaan berapa kuantitas residu yang dapat digunakan dari suatu sumber biomassa, dimana dan bagaimana harus dikembangkan, apa dan bagaimana kebutuhan infrastruktur harus dipenuhi, kesemuanya memerlukan pertimbangan yang seksama.Tulisan singkat ini akan memaparkan potensi pengembangan biomassa hutan sebagai bahan substitusi minyak bumi dan kontribusinya kepada pengurangan emisi CO2 di Indonesia.2. Status Implementasi BioenergiPeningkatan konsumsi bahan bakar fosil menyebabkan peningkatan emisi yang pada gilirannya akan menimbulkan pemanasan global yang berpengaruh nyata terhadap pola hidup dan kehidupan manusia. Dengan demikian penggunaan energi yang terbarukan, dalam hal ini bioenergi perlu terus dikembangkan.Penggunaan biomassa untuk listrik (bioelectricity) di Indonesia masih sangat jarang ditemukan. Beberapa diantaranya telah dikembangkan oleh PT. Ajiubaya di sebagian kecil wilayah Kabupaten Sampit, Kalimantan Timur, dengan kapasitas 4 - 6 MW, dan juga beberapa instalasi Bioner-1 (gasifikasi biomassa yang dikoneksikan pada mesin diesel yang dapat digunakan untuk power generating, pompa dan mesin penggiling) yang dikembangkan oleh PT. Boma Bisma Indra dengan kapasitas sekitar 18 kW juga dimanfaatkan dibeberapa wilayah di Kalimantan, Sumatra dan Sulawesi Utara [5, 8].Beberapa perusahaan industri, baik milik pemerintah maupun swasta juga telah memulai penggunaan bioenergi sebagai pembangkit listrik, energi mekanik dan energi panas. Utami (1997) dalam Boer et al [1] melaporkan bahwa Indonesia telah mempunyai sekitar 50 unit gasifikator dengan kapasitas antara 15-100 kW/unit atau total kapasitas sekitar 2.200 kW. Sebagai tambahan, sekitar 200 unit biogas (diproduksi dari biomassa melalui proses fermentasi anaerobic) juga telah dimanfaatkan dibeberapa daerah pedesaan dengan kapasitas 4 - 15 m3.3. Prospek Implementasi BioenergiMasih banyaknya wilayah yang belum menikmati listrik negara ataupun swasta, dan belum optimalnya pemanfaatan biomassa merupakan prospek yang sangat besar dalam implementasi bioenergi.Sisa pemanfaatan kayu merupakan sumber potensial bagi pembangkit listrik tenaga biomassa. Biomassa yang belum dimanfaatkan tersebut sebagian besar bersumber dari sisa pembalakan, konversi lahan hutan, maupun dari perkebunan rakyat. Rachman [7] melaporkan bahwa sisa pembalakan dari hutan alam sekitar 46%, yakni 8% dari tunggak, 20% dari log yang rusak dan sisa cabang sampai diameter 10 cm sebanyak 18%. Berdasarkan produksi log rata-rata tahunan dari hutan alam sebesar 22 juta m3 saja, dapat dihitung besaran biomassa yang ditinggalkan di lapangan tanpa adanya pemanfaatan. Sebagai contoh, menurut Triono (1999) dalam Rachman [7] jumlah sisa pembalakan di Provinsi Jambi antara periode 1995/96-1998/99 mencapai angka 110.000 - 350.000 m3 per tahunnya.Di samping residu biomassa dari hutan alam, residu biomassa dari hutan tanaman juga berpotensi besar sebagai sumber energi, dimana program pemanfaatannya bisa diintegrasikan dengan kegiatan lain berbasis sosial ekonomi masyarakat sekitar hutan. Dalam implementasi- nya, program pengembangan bioenergi di daerah sekitar hutan ini selain berkontribusi dalam peningkatan taraf dan kualitas hidup masyarakat yang umumnya berpenghasilan rendah, juga dapat menjadi sarana komunikasi yang efektif untuk tujuan pengelolaan hutan berkelanjutan.Heriansyah dan Kanazawa [3] melaporkan bahwa residu biomassa dari kegiatan pemanenan akhir di hutan tanaman jumlahnya mencapai 20% untuk hutan tanaman yang dijarangi dan 35% dari hutan tanaman tanpa penjarangan. Besaran tersebut belum termasuk biomassa cabang dan ranting, atau residu biomassa dari kegiatan penjarangan. Laporan lain dalam Boer et al. [1], menyebutkan bahwa produksi biomassa hutan tanaman adalah 8-25 ton/ha/tahun.Dengan limpahan residu dari biomassa hutan yang sangat besar, maka implementasi energi biomassa memiliki prospek yang besar. Di samping itu pemanfaatan biomassa menjadi energi pun dapat mengurangi emisi CO2 baik dari respirasi akibat dekomposisi maupun dari kemungkinan kebakaran, serta berkontribusi besar pada penurunan penggunaan bahan bakar fosil yang semakin langka dan mahal.4. Teknologi Konversi Biomassa Menjadi EnergiSemua material organik mempunyai potensi untuk dikonversi menjadi energi. Biomassa dapat secara langsung dibakar atau dikonversi menjadi bahan padatan, cair atau gas untuk menghasilkan panas dan listrik (Gambar 1). Beberapa pilihan teknologi konversinya adalah sebagai berikut:a. Konversi biomassa pada ketel uap modernBiomassa dibakar pada ketel uap modern untuk menghasilkan panas, listrik atau kombinasi panas dan tenaga. Sistem ini secara komersial telah banyak digunakan di Amerika Serikat, Australia, Finlandia dan German, walaupun secara tipikal hanya menghasilkan 20% energi jika dibandingkan dengan bahan bakar fosil.
http://www.google.com/imgres?imgurl=http://io.ppi-jepang.org/images/0511/arti/ino01_01.gif&imgrefurl=http://io.ppi-jepang.org/article.php%3Fid%3D108&h=530&w=521&sz=18&tbnid=p80QQ1yp69sJ::&tbnh=132&tbnw=130&prev=/images%3Fq%3DGambar%2B1.%2BMata%2Brantai%2Bkonversi%2Bbiomassa%2Bmenjadi%2Benergi%2Bpanas,%2Blistrik,%2Bdan%2Bbahan%2Bbakar%2Bkendaraan&usg=__JDmBggQGuXkuTaEMIaiwfWU6di8=&sa=X&oi=image_result&resnum=1&ct=image&cd=1

Gambar 1. Mata rantai konversi biomassa menjadi energi panas, listrik, dan bahan bakar kendaraan

Proses anaerobikMerupakan proses biologi yang konversi biomass baik padatan maupun cair menjadi gas tanpa oksigen. Gas yang dihasilkan didominasi methane dan CO2. Hasil ikutan berupa kompos dan pupuk untuk pertanian dan kehutanan. Teknologi ini telah dikembangkan secara komersial di Europa dan Amerika utara.c. Gasifikasi BiomassaGasifikasi merupakan konversi dengan menggunakan parsial oksidasi pada suhu karbonisasi sehingga menghasilkan bahan bakar gas dengan level panas berkisar antara 0,1-0,5 dari gas alam, tergantung proses gasifikasi yang digunakan. Konversi ini lebih menguntungkan secara ekonomi dibandingkan dengan pembakaran langsung, bersih, dan efisien dalam pengoperasian. Produk dari gasifikasi ini dapat juga di-reform untuk menghasilkan methanol dan hydrogen. Teknologi ini sedang dalam awal komersial.d. Pyrolysis BiomassaPyrolysis merupakan pendegradasian panas pada biomassa tanpa oksigen, untuk menghilangkan komponen volatile pada karbon. Hasil dari proses ini selalu dalam bentuk gas, dan hasil penguapannya dapat menghasilkan bahan bakar cair dan padatan sisa. Bahan bakar cair ini dapat menghasilkan panas dan listrik apabila dibakar dalam ketel uap, mesin atau turbin. Produk lain dari proses pyrolysis ini adalah berupa arang dan bahan kimia. Teknologi konversi pyrolysis biomassa ini telah demonstrasikan di Europa selama 3 tahun, dari tahun 2002 - 2005.e. Pembuatan arangPenyiapan lahan baik pertanian maupun HTI (Hutan Tanaman Industri) seringkali dengan cara pembakaran, selain beresiko kebakaran dan gangguan pernafasan, cara inipun dapat menstimulus pemanasan global akibat peningkatan konsentrasi CO2 di atmosfer. Dengan mengkonversinya menjadi arang tentunya dapat meminimalkan emisi, pun menambah penghasilan masyarakat. Selain digunakan sebagai sumber panas, arang pun dapat digunakan sebagai kondisioner tanah untuk mempercepat terjadinya simbiotik antara akar dengan mikoriza, yang berkontribusi pada percepatan pertumbuhan tanaman dan penyerapan emisi CO2 di atmosfir.Dalam hubungannya dengan peningkatan karbon sequestrasi, konversi biomassa menjadi arang merupakan salah satu pilihan bijak yang efektif dan efisien, karena karbon pada arang dapat disimpan dalam durasi yang lama dibanding dengan karbon pada bentuk kayu [6].5. Pengembangan Energi BiomassaPenggunaan bahan bakar biomassa atau kayu sebagai bahan pensubstitusi bahan bakar fosil merupakan salah satu peranan penting hutan. FAO mengestimasi bahwa penggunaan biomassa di negara berkembang berkontribusi sekitar 15% dari total biaya energi yang diperlukan [2].Pada tahun 2000, sekitar 18,4 GW energi biomassa telah diinstalasi di negara-negara anggota OECD (Organization for Economic Co-operation and Development), yang terdiri dari negara-negara di Amerika Utara, Europa dan Pasifik [4]. Amerika Serikat mendominasi 7.4 GW, salah satunya dikembangkan di Wisconsin oleh Northern States Power Co. dengan kapasitas 75 MW.Finlandia merupakan negara yang memiliki instalasi energi biomassa terbanyak dengan proporsi sekitar 8% dari total negara-negara anggota OECD. Dengan luas areal dan potensi hutan yang jauh lebih besar dari Finlandia (24.4 juta ha), Indonesia memiliki prospek pengembangan energi biomassa yang potensial dan kompetitif.Terkait dengan kelangkaan bahan bakar minyak serta besarnya potensi pengembangan energi biomassa di Indonesia, maka dalam proses pengembangannya perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
Pengembangan energi dari biomassa perlu didukung teknologi konversi yang efektif, efisien, dan ramah lingkungan.
Pasar yang kompetitif perlu diciptakan sehingga residu biomassa dari kehutanan dapat dimanfaatkan optimal, tanpa berefek negatif pada keberlanjutan eksploitasi.
Pengembangan bioenergi dari biomassa harus diintegrasikan dengan kebijakan terkait dari sektor energi, lingkungan, pertanian, dan kehutanan, sehingga terjadi insentif yang merangsang pertumbuhan dari semua sektor yang diintegrasikan.
Kebijakan yang dibuat harus berjangka panjang untuk merangsang investasi, dan pemerintah harus menetapkan target dan ukuran kebijakan yang menguntungkan semua pihak.
Kontinuitas penelitian, pengembangan, desiminasi, dan demonstrasi terhadap tipe/jenis biomassa, manajemen, serta teknologi konversinya, sehingga efektif dan efisien secara ekonomi dan ramah lingkungan dari sisi ekologi.Disamping iklim usaha yang kompetitif, pengembangan energi dari biomassa yang berkesinambungan secara ekonomi, lingkungan dan sosial, harus pula memperhatikan beberapa kriteria berikut:
Biomassa yang digunakan harus berasal dari sumber yang dapat diperbaharui yang dikelola dengan manajemen yang berkelanjutan.
Biaya-biaya proses harus dijaga rendah untuk memastikan efisiensi ekonomi.
Bahan input lain yang dipergunakan dalam rantai teknologi konversi yang berasal dari sumber yang tidak dapat diperbaharui harus tetap rendah untuk menekan tingkat emisinya dan dengan tetap menggunakan teknologi konversi terbaik.
Rancangan pengembangan bioenergi harus bermanfaat bagi pembangunan masyarakat secara luas. 6. PenutupEnergi berbasis biomassa berpotensi besar dalam mendukung pasokan energi yang berkelanjutan di masa mendatang. Meskipun demikian, pengembangannya harus dirancang sedemikian rupa sehingga berefek positif terhadap pembangunan sosial ekonomi masyarakat dan di pihak lain juga tidak berdampak negatif terhadap lingkungan.Semua teknologi konversi biomassa menjadi energi bisa diterapkan di Indonesia, dengan pengembangan disesuaikan dengan besaran supply biomassa, teknologi yang telah dikuasai, ketersediaan anggaran dan jenis produk yang dibutuhkan pasar di masing-masing daerah. Alternatif teknologi konversi dalam mengantisipasi kelangkaan BBM misalnya, akan lebih tepat bila teknologi gasifikasi dan proses anaerobik yang diterapkan; selain lebih efisien, produknya pun berupa bahan bakar gas yang dapat digunakan sebagai sumber panas, listrik dan bahan bakar kendaraan.Kebijakan pemerintah yang komprehensif dan terintegrasi dengan sektor terkait juga perlu dirancang guna merangsang iklim investasi yang kondusif dan kompetitif.Pengembangan energi berbasis biomassa sebagai energi yang dapat diperbaharui pada akhirnya akan mampu mensubstitusi bahan bakar fosil dengan kuantitas besar, yang pada gilirannya akan mereduksi jumlah CO2 yang diemisikan ke atmosfir.Dalam konteks global, untuk mereduksi gas rumah kaca dalam jangka panjang, pasokan biomassa yang stabil dan berkelanjutan merupakan tuntutan mutlak bagi pengembangan energi biomassa. Dengan demikian struktur insentif dalam pengelolaan hutan yang berkelanjutan perlu diciptakan secara kompetitif.7. Daftar Pustaka
Boer, R., Masripatin, N., June, T., and Dahlan, E.N. 2001. Greenhouse Gas mitigation Technologies in Forestry Sector: Status, Prospects and Barries of Their Implementation in Indonesia. UNDP-Climate Change Enabling Activity Project.
FAO. 1999. Prevention of land degradation, enhancement of carbon sequestration and conservation of biodiversity through land use change and sustainable land management with a focus on Latin America and The Carribean. International Fund for Agricultural Development, FAO, Rome.
Heriansyah, I and Kanazawa, Y. 2005. Potential production of Acacia mangium Wild. forests at harvest age under different condition in Indonesia. Proceeding of the 14th Indonesian Scientific Conference in Japan.
International Energy Agency. 2002. World Energy Outlook 2002. IEA publications. France.
Martono, R.W. 1998. Kajian keekonomian pembangkit listrik gasifikasi Bioner-1. Prosiding Konferensi Energi, Sumberdaya Alam dan Lingkungan, BPPT. Jakarta.
Pari, G., Roliadi, H., Miyakuni, K. and Ishibashi, N. 2005. Trial on some charcoal production methods for the enhancement of carbon sequestration in Indonesia. Proceeding of the 2nd workshop on Demonstration Study on Carbon Fixing Forest Management in Indonesia. Forestry Research and Development Agency and Japan International Cooperation Agency. Bogor.
Rachman, O. 2000. Small-Log Utilization. Proceeding of Expose of Research Results of International Cooperation Projects. Forestry and Estate Crops Research and Development Agency. Jakarta.
Ridlo, R., B. Sucahyo dan Shaffriadi. 1998. Bioner-1, gasifikasi gambut dan biomassa untuk listrikdan pompanisasi air. Prosiding Konferensi Energi, Sumberdaya Alam dan Lingkungan, BPPT. Jakarta.

Biomassa

Biomassa Sebagai Sumber Energi Terbarukan

Großansicht des Bildes mit der Bildunterschrift: Jagung sebagai bahan dasar ethanol, contoh penggunaan biomassa sebagai sumber energi

Sejumlah pakar berpendapat, penggunaan biomassa sebagai sumber energi terbarukan merupakan jalan keluar dari ketergantungan manusia pada bahan bakar fossil.
Apa yang sebenarnya dimaksud dengan biomassa? Dalam sektor energi, biomassa merujuk pada bahan biologis yang hidup atau baru mati yang dapat digunakan sebagai sumber bahan bakar.
Biomassa dapat digunakan secara langsung maupun tidak langsung. Dalam penggunaan tidak langsung, biomassa diolah menjadi bahan bakar. Contohnya, kelapa sawit yang diolah terlebih dahulu menjadi biodiesel untuk kemudian digunakan sebagai bahan bakar.

Sebelum mengenal bahan bakar fossil, manusia sudah menggunakan biomassa sebagai sumber energi. Misalnya dengan memakai kayu atau kotoran hewan untuk menyalakan api unggun. Sejak manusia beralih pada minyak, gas bumi atau batu bara untuk menghasilkan tenaga, penggunaan biomassa tergeser dari kehidupan manusia. Namun, persediaan bahan bakar fossil sangat terbatas. Para ilmuwan memperkirakan dalam hitungan tahun persediaan minyak dunia akan terkuras habis. Karena itu penggunaan sumber energi alternatif kini digiatkan, termasuk di antaranya penggunaan biomassa.

Bildunterschrift: Großansicht des Bildes mit der Bildunterschrift: Gandum, bahan baku pangan atau bahan dasar biomassa?
Biomassa dari Bahan Baku Pangan
Gandum, tebu dan jagung adalah contoh bahan pangan yang juga dapat diolah menjadi energi dari biomassa. Energi tersebut tergolong energi ramah lingkungan yang bahan dasarnya disediakan alam. Namun, penggunaan energi dari biomassa kadang membawa dampak sampingan yang tidak diinginkan. Salah satunya adalah naiknya harga bahan baku pangan.

Penyebabnya macam-macam. Di Jerman misalnya, produksi listrik biomassa mendapat subsidi pemerintah kata ahli biologi Dr. Andre Baumann:
“Ini memicu persaingan antar petani yang menanam gandum untuk pangan dan petani biomassa. Selama ini, produsen gandum untuk biomassa mendapat keuntungan lebih besar daripada petani biasa. Baru belakangan ini, dengan naiknya harga untuk susu dan gandum, petani biasa dapat bersaing dengan petani biomassa. Produsen biogas tak lagi dapat membeli bahan dasar gandum dengan harga murah seperti dalam lima tahun terakhir.“

Di Jerman, 100 kilogram gandum menghasilkan energi biomassa seharga 25 Euro. Tapi bila gandum tersebut dijual sebagai bahan baku pangan, harganya hanya 18 Euro. Kini di sejumlah negara muncul kekuatiran bahwa para petani bahan pangan beralih ke produksi tanaman untuk biomassa. Padahal, produksi bahan pangan saat ini saja belum mencukupi untuk menutup kebutuhan pangan dunia.


Dampak Lingkungan
Dampak lain penanaman produk pertanian untuk biomassa adalah kerusakan pada alam. Andre Baumann yang menjabat ketua Organisasi Lingkungan Hidup Jerman NABU menegaskan produksi tanaman untuk biomassa harus memenuhi standar amdal:

„Biomassa sudah digunakan selama ratusan tahun. Tapi dulu produk biomassa tidak diangkut dengan truk atau pesawat sampai tempat tujuan. Sekam gandum atau sisa tanaman lainnya digunakan di pertanian yang sama sehingga membentuk lingkaran yang tertutup. Tapi sekarang, manusia memakai truk dan kapal laut untuk mengangkut kelapa sawit dari kawasan tropis ke Eropa, ini menyebabkan siklus penggunaan biomassa tidak lagi tertutup.“

Bildunterschrift: Großansicht des Bildes mit der Bildunterschrift: Hutan tropis di Kongo
Dampak produksi tanaman untuk biomassa juga mulai dirasakan di kawasan lain dunia. Contohnya di Benua Hitam Afrika. Pakar lingkungan dari Institut Pertanian untuk Kawasan Tropis dan Subtropis Universitas Hohenheim Joachim Sauberborn menjelaskan „Di Afrika sumber daya alam yang dapat diperbarui luas digunakan. Banyak warga masih memakai kayu untuk memasak. Namun, dampak negatifnya adalah kerusakan kawasan hutan karena penebangan yang tidak terkontrol. Hilangnya vegetasi hutan menyebabkan pengikisan lapisan tanah yang subur. Akibatnya, lahan pertanian pun makin berkurang.“

Untuk mendapatkan lahan pertanian baru, penduduk Afrika membuka hutan. Akibatnya siklus kerusakan alam terus berlanjut. Penebangan pohon-pohon untuk lahan pertanian menyebabkan karbondioksida dilepaskan ke udara. Padahal karbondioksida atau CO2 adalah salah satu gas rumah kaca penyebab pemanasan global.



Sistem Pertanian Berkelanjutan
Karena itu, pakar biologi Andre Baumann menyarankan agar petani menggunakan sistem pertanian yang berkelanjutan: „Istilah ini sebenarnya berasal dari sektor perhutanan. Maksudnya, penebangan kayu disesuaikan dengan regenerasi hutan, jadi jumlah pohon yang ditebang sesuai dengan pohon baru yang ditanam. Dalam seratus tahun terakhir, sistem pertanian berubah karena globalisasi. Negara industri mengimpor bahan pangan dan produk pertanian dari negara berkembang. Akibatnya muncul masalah lingungkan baik di negara berkembang maupuan industri.

Andre Baumann memberikan salah satu contoh. 12,5 persen lahan pertanian yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan Jerman berada di luar negeri. Produk pangan yang diimpor, mulai dari buah-buahan sampai makanan ternak menghasilkan ampas dalam jumlah besar yang tidak dapat diolah oleh sistem daur ulang Jerman. Kerusakan alam juga terjadi bila produk pertanian tersebut berasal dari lahan yang dulunya adalah hutan. Belum lagi dengan emisi karbondioksida yang dihasilkan saat produk tersebut ditranspor dari negara asalnya ke Jerman.

Bildunterschrift: Großansicht des Bildes mit der Bildunterschrift: Buah kelapa sawit
Misalnya, biodiesel dari kelapa sawit. Selain tersedia dalam jumlah banyak, dapat diperbarui dan menghasilkan energi yang ramah lingkungan, penggunaan biodiesel dari kelapa sawit dapat meningkatkan efisiensi pembakaran mesin, termasuk mesin kendaraan bermotor. Biodiesel jenis ini mempunyai kandungan asetan tinggi, bebas dari sulfur dan mampu dioperasikan di musim dingin, bahkan saat suhu mencapai minus 20 derajat Celcius sekalipun, sehingga cocok digunakan di Jerman.

Namun, pakar biologi Andre Baumann memperingatkan jangan sampai kebutuhan energi di Jerman merusak alam di negara produsen biomassa tersebut.
„Pemerintah menggunakan uang pajak rakyat untuk memberi subsidi pada produk biomassa. Padahal produk itu menyebabkan rusaknya hutan tropis di bagian lain dunia. Misalnya, kelapa sawit yang berasal dari perkebunan yang sebelumnya merupakan hutan. Produk tersebut harus ditranspor ribuan kilometer ke Jerman. Di sini, kelapa sawit diolah menjadi biogas dan ampasnya digunakan sebagai pupuk. Ini sama sekali bukan sistem pertanian berkelanjutan. Sistem ini tidak bisa dipertanggung-jawabkan secara sosial maupun ekologis.“

Masa Depan Biomassa Sebagai Bahan Bakar
Lalu bagaimana masa depan penggunaan energi dari biomassa? Saat ini, bioenergi hanya memegang pangsa 13 persen dari keseluruhan sumber energi dunia. Menurut pakar biologi Andre Baumann kunci untuk meningkatkan efisiensi energi bukan dengan memperluas produksi tanaman untuk biomassa. Sebaliknya, penggunaan energi keseluruhanlah yang perlu dikurangi.
Proposal Cogenerator

PROPOSAL
“PEMANFAATAN UAP MAGICJAR MENJADI COGENERATOR“
Diajukan untuk memenuhi tugas energi konversi
Oleh :
Yuliawati
0800397
JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2008
JUDUL
“ PEMANFAATAN UAP MAGICJAR MENJADI COGENERATOR ”
A. LATAR BELAKANG
Tenaga listrik sangat berguna karena tenaga listrik itu dapat dengan mudah di transportasikan/disalurkan dan juga mudah diatur. Tenaga Listrik dibangkitkan di pusat-pusat listrik tenaga (PLT) seperti : Tenaga air (PLTA), tenaga uap (PLTU), tenaga panas bumi (PLTP), tenaga gas (PLTG), tenaga diesel (PLTD), tenaga nuklir (PLTN) dan lain sebagainya.
Tenaga yang dihasilkan pembangkit dan telah ditransmisikan belum dapat secara langsung scara maksimal.
B. TUJUAN DAN MANFAAT
Cogeneration : Teknologi pembangkitan panas dan tenaga secara simultan dalam satu proses dari satu sumber bahan bakar. Cogeneration juga merupakan teknologi konversi energi yang memproduksi listrik dan termal secara simultan. Konversi energi itu dilakukan dengan cara memodifikasi pembangkit listrik konvensional dengan menambahkan suatu peralatan penukar panas. Dengan demikian teknologi cogeneration merupakan pilihan yang tepat untuk memanfaatkan energi pada boiler, gas turbin dan diesel secara optimum.
1. TUJUAN
Untuk mencapai efisiensi yang tinggi dalam penyediaan energi untuk kegiatan industri dan komersial. Diterapkan di kegiatan industri atau komersial yang memerlukan daya (umumnya listrik) dan proses pemanasan dan/atau pendinginan.
2. MANFAAT
a. Menambah ilmu dan wawasan serta dapat mengembangkan dan mengimplementasikan
b. Memanfaatkan energi yang terbuang/terbebas.
c. Bisa mengurangi ketergantungan catu daya,
d. Mengurangi biaya untuk pemakaian energi,
e. Bisa menghemat konsumsi energi 20 -40�
f. Keandalannya baik,
g. Fluktuasi tegangan kecil,
h. Kebisingan rendah dan pemeliharannya mudah.
C. METODOLOGI
a. Studi literature, yaitu cara menelaah, menggali, serta mengkaji rumusan teori dari berbagai sumber yang mendukung..
b. Uji coba Program pengembangan ide kreative.
D. DAFTAR PUSTAKA
- Buku energi dan konversi
- soft copy materi kuliah
- Internet
Bahan yang dibutuhkan : Magicjar, tabung gas, Boyler,
Tahap awal pemanfaatan cogenerator
· telah banyak kita ketahui bahwa saat proses menanak nasi pada magicjar akan menghasilkan uap dapat dijadikan sebagai suatu energi terbarukan yang akan ditampung pada boyler. Dimana dari pemanfaatan energi listrik, sehingga dapat dijadikan sumber energi alternatif yang ramah lingkungan dan terbarukan
· Uap yang di simpan pada alat Boyler bisa di manfaatkan kembali untuk kegiatan yang prosesnya memerlukan listrik yang sudah di hubungkan oleh lempengan tembaga yang di bungkus isolator. Dengan begitu kita dapat menghemat pasokan listrik yang ada. Meskipun sedikit tapi masih bermanfaat kan???· Cogenerator yang kita buat ini merupakan Siklus topping yang terjadi bila bahan bakar dipakai langsung untuk memproduksi energi listrik, kemudian gas panasnya digunakan untuk panas/uap proses. Jadi energi listriknya terlebih dahulu diproduksi kemudian baru panas buangnya dimanfaatkan. Sehingga energi termalnya bisa digunakan untuk kebutuhan industri seperti untuk pemanas dan pendingin ruangan serta untuk pemrosesan.
PENUTUPSemoga makalah ini bermanfaat untuk kita semua, amieen..Wss.....

COGENERATOR


COGENERATOR :Alat Untuk Mengoptimalkan Bahan-bakar Pembangkit Konvensional

Kegiatan industri yang semakin meningkat tentunya menyebabkan pemakaian pembangkit listrik berbahan bakar fosil meningkat dan pada gilirannya pemakaian bahaba bakar fosil meningkat pula. Kalau hal ini dibiarkan, maka pada permlaan abad ke 20 Indonesia akan berubah dari negara pengekspor menjafi negara pengimpor BBM. Selain dari itu pembangkit ini mempunyai dua permasalahan pertama efisiensinya rendah kedua mengeluarkan gas buang yang mengandung bahan pencemar. Penurunan efisiensi ini disebabkan karena banyaknya panas yang terkandung dalam gas buang pada peralatan ( kondensor ) pembangkit ( PLTU, PLTD dan PLTG ). Untuk memanfaatkan panas pada gas buang dari kondensor yang disebut output termal menjadi pemanas/pendingin digunakan suatu alat yang disebut absortion cheller, heat exchanger dan waste heat recovery hal inilah yang disebut Cogeneration. Pada umumnya cogeneration banyak digunakan pada mesin diesel dan gas turbine. Dengan menggunakan Cogeneration berarti pencemaran udara bisa dikurangi serta efisiensi total pada pembangkit meningkat sampai 84%
Peningkatkan efisiensi itu terjadi pada pembangkit yang menggunakan bahan bakar gas ( gas fired cogeneration ), hal ini karena adanya kombinasi antara panas dan daya listrik.
Untuk mengetahui gas fired cogeneration secara detail bisa digunakan metoda analisis exergy. Hal ini karena dengan metoda itu pengukuran secara detail dan akurat bisa dilakukan pada bagian power plant yang tidak efisien. Sehingga besarnya energi yang hilang atau yang dibuang ke atmosfer bisa diketahui kemudian kualitas dari energi bisa ditentukan secara akurat. Exergy adalah potensi dari energi untuk melakukan kerja dan kerja itu diperoleh dari sejumlah zat yang dibawa ke-kadaan kesetimbangan termo dinamic. Sehingga terbentuklah termo mechanikal exergy yang bisa diklasifikasikan sebagai exergy kinetik, exergy potensial dan phisical exergy.
Sementara itu pembangkit listrik yang menggunakan bahan bakar gas banyak digunakan di pabrik ( peleburan besi dan tekstil ) dan hotel. Berarti energi panas yang dibutuhkan di kedua tempat itu bisa diambil dari panas gas buang dengan menggunakan teknologi gas fired cogeneration. Pembangkit itu umumnya mempunyai kapasitasnya yang relatif kecil, hal ini karena energi listrik yang dibutuhkan kecil sehingga energi termal yang bisa disuplai juga kecil. Hal inilah yang membuat investasi cogenerator menjadi rendah, tapi biaya bahan bakarnya relatif tinggi. Sedang untuk kebutuhan termal dan listrik yang tinggi bisa digunakan pembangkit Combined cycle dengan biaya investasi dan bahan bakar yang tergolong moderat. Untuk pembangkit yang menggunakan back pressure turbined ternyata uap yanfg keluar masih mempunyai entalphi ( mengandung energi ), berarti uap itu masih bisa dimanfaatkan untuk pembangkit listrik dengan menggunakan turbin tekanan rendah dan menengah sehingga terjadilah combined cycle
Keunggulan Cogeneration adalah : bisa mengurangi ketergantungan catu daya, mengurangi biaya untuk pemakaian energi, bisa menghemat konsumsi energi 20 -40�keandalannya baik, fluktuasi tegangan kecil, kebisingan rendah dan pemeliharannya mudah.
Cogeneration juga merupakan teknologi konversi energi yang memproduksi listrik dan termal secara simultan. Konversi energi itu dilakukan dengan cara memodifikasi pembangkit listrik konvensional dengan menambahkan suatu peralatan penukar panas. Dengan demikian teknologi cogeneration merupakan pilihan yang tepat untuk memanfaatkan energi pada boiler, gas turbin dan diesel secara optimum. Teknologi ini bisa memanfattkan dua jenis energi : pertama memanfaatkan uap yang dihasilkan boiler, ke dua memanfaatkan panas gas buang suatu pembangkit listrik untuk memproduksi uap.
Tipe Cogeneration
Berdasarkan sumber panasnya cogeneration dibagi menjadi dua yaitu : siklus topping dan siklus bottoming.
Cogeneration Siklus Topping
Siklus topping terjadi bila bahan bakar dipakai langsung untuk memproduksi energi listrik, kemudian gas panasnya digunakan untuk panas/uap proses. Jadi energi listriknya terlebih dahulu diproduksi kemudian baru panas buangnya dimanfaatkan. Sehingga energi termalnya bisa digunakan untuk kebutuhan industri seperti untuk pemanas dan pendingin ruangan serta untuk pemrosesan. Cogenerator siklus topping biasanya terdapat pada PLTU dengan tenaga penggerak turbin uap ( CTU ) biasanya mempunyai sisa uap dengan suhu sekitar 1000 0F dan tekanan 1500 psia. Dengan demikian cogenerator ini cocok digunakan pada industri yang banyak menggunakan uap akibatnya biaya yang dibutuhkan untuk pengadaan uap bisa dihemat.
Bila cogenerator ini akan digunakan pada PLTG, maka gas panas yang digunakan untuk menghasilkan energi listrik pada turbin harus mempunyai suhu 1600 - 1700 0F. Hal ini karena akan menghasilkan gas buang dengan suhu 800 - 900 0F dan gas buang itu akan dimanfaatkan dengan menggunakan Heat Recovery Steam Generation atau panas proses dengan exchenger yang berfungsi untuk membangkitkan uap proses.
Bila cogenerator siklus topping digunakan pada PLTD, maka kapasitasnya harus cukup besar yaitu sekitar 25 MW. Dimana air pendingin mesin digunakan sebagai pemanas awal air baku boiler dan gas buang dipakai sebagai pembangkit uap utama. Karena gas buangnya hanya sedikit mengandung oksigen akibatnya peningkatan kualitas uap sulit dilakukan meskipun sudah ditambah pembakaran.
Siklus Bottoming
Siklus bottoming adalah pemanfaatan gas buang melalui heat recovery sehingga menghasilkan panas/uap proses. Proses/uap itu selanjutnya digunakan untuk menggerakan turbin uap sehingga dihasilkanlah energi listrik. Untuk itu berarti gas buangnya harus mempunyai suhu yang tinggi. Bila gas buang mempunyai suhu rendah maka untuk memanfaatkan harus menggunakan fluida kerja dengan titik didih yang rendah. Cogenerator bottoming cycle biasanya menggunakan gas buang dengan suhu 400 - 600 0C berarti suhu fluida kerjanya rendah sehingga efisiensinya rendah. Dengan demikian cogenerator ini cocok digunakan pada PLTG yang umumnya terdapat pada industri berat seperti industri besi-baja dan industri semen, tapi sulit bersaing dengan secara ekonomis dengan teknologi konvensional.
Bila PLTG itu menggunakan bahan bakar bermutu tinggi seperti bahan bakar sulfur rendah, maka gas buang yang dihasilkannya bersih sehingga bisa digunakan langsung untuk panas proses. Bila pada pengolahan gas buang ditambah bahan bakar, maka akan diproleh uap dengan suhu dan tekanan yang lebih tinggi. Sementara bila kapasitas terpasang PLTG turun maka efisiensinya juga turun dengan demikian volume gas buang meningkatkan hal ini berarti banyak gas buang yang tidak terpakai. Untuk itu cogenerator pada PLTG lebih cocok dioperasikan pada beban dasar. Bila kapasitasnya tetap maka keseimbangan antara produksi uap dan produksi listrik bisa dipertahankan.
Macam Cogeneration
Cogeneration dengan konversi energi pada Existing Plant pembankaran
Cogenerator ini menghasilkan 20�nergi listrik, 65�anas dan 15�ugi-rugi. Karena energi panas yang di keluarkan cukup besar, maka energi itu bisa digunakan untuk menghasilkan uap. Cogenerator ini menggunakan turbin back pressure ( output listrik dan panas tetap ), sehingga polusi yang dihasilkan akan keluar melalui cerobong ( stack ).
Cogeneration dengan turbin gas
Cogenerator ini menggunakan gas sebagai bahan bakar dan terdiri dari dua sistim yaitu sistim open cycle dan sistim kombined cycle.
Pada sistim open cycle gas yang dibakar dalam ruang bakar akan menghasilkan energi mekanmis yang selanjutnya bisa memutar poros generator dan akhirnya akan dihasilkan energi listrik dan gas buang gas buang yang mempunyai suhu 450 0C selanjutnya dioleh melalui unit heat recovery sehingga dihasilkan uap/air panas dan gas buang yang di buang ke atmosfer dengan suhu yang rendah yaitu sebesar 90 - 100 0C . Dengan demikian efisiensi listrik yang diharapkan bisa mencapai 29�an efisiensi termal 76%
Sitim combine cycle terdiri dari turbin gas dan turbin uap dimana uap yang bertekanan tinggi yang akan digunakan untuk memutar turbin uap diperoleh dari unit recovery. Karena turbin uap itu dikopling dengan generator listrik akibatnya putaran turbin itu akan memutar poros generator sehingga dihasilkanlah energi listrik. Karena dalam sistim ini digunakan dua turbin akibatnya energi listrik yang dihasilkan bisa mencapai 39�Dengan demikian dari ke dua sistim tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pertama bila yang diinginkan uap yang besar, maka digunakanlah sistim open cycle. Sedang bila yang diinginkan energi listrik yang besar, maka dapat digujnakan combined cycle.
Cogeneration dengan gas engine Cogenerator ini menghasilkan uap bertekanan lebih rendah dan efisiensi lebih tinggi bila dibandingkan dengan gas turbin dan combined cycle. Kemudian mempunyai dua sistim penyalaan pertama sistim penyalaan dengfan busi ( spark ingnition ) yang menggunakan gas bumi sebagai bahan bakarnya dan dilengkapi dengan heat recovery. Ke dua sistim penyalaan dengan kompressi ( compression ingnition ) yang menggunakan minyak residu sebagai bahan bakarnya. Energi panas dari sistim ini berupa air panas dengan suhu sekitar 80 0C cocok untuk pemanas. Dimana energi panas itu dihasilkan oleh panas gas buang mesin, jacket dan sistim pendingin minyak pelumas. Sementara itu perbandingan panas dan listrik sekitar 2 : 1 dan eefisiensi termal bisa mencapai 95%
Diposkan oleh spektrum di 20:50 0 komentar

Kamis, 04 Desember 2008

Potensi Biomassa

Potensi Biomassa Lignoselulosa di Indonesia sebagai Bahan Baku Bioetanol:TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT
Etanol saat ini yang diproduksi umumnya berasal dari etanol gereasi pertama, yaitu etanol yang dibuat dari gula (tebu, molases) atau pati-patian (jagung, singkong, dll). Bahan-bahan tersebut adaah bahan pangan atau pakan. Banyak dugaan, terutama dari Eropa dan Amerika, menyebutkan bahwa konversi bahan pangan/pakan menjadi etanol menjadi salah satu penyebab naiknya harga-harga pangan dan pakan.
Arah pengembangan bioetanol mulai berubah ke arah pengembangan bioetanol generasi kedua, yaitu bioetanol dari biomassa lignoselulosa. Kabarnya komisi Eropa menargetkan di tahun 2014 bioetanol generasi kedua sudah bisa diproduksi secara besar-besaran. Saat ini para peneliti di belahan dunia itu sedang gencar mencari dan mengembangakn bioetanol generasi kedua ini. Mereka didukung dengan peralatan, fasilitas, dan pendanaan yang kuat. Negara-negara Skandinavia bahkan sudah bisa memproduksi bioetanol generasi kedua dalam skala pilot. Rasanya tidak lama lagi mereka akan mampu memproduksi dalam skala besar.
Salah satu problem mereka adalah masalah bahan baku. Biomassa lignoselulosa mereka terbatas. Apalagi mereka juga mengalami 4 macam musim yang sebagian musim itu tidak mendukung produksi biomassa lignoselulosa. Biomassa yang cukup besar antara lain adalah jerami-jeramian (wheat, oat, barley, corn). Mereka juga mencari tanaman-tanaman yang tumbuh cepat dengan potensi produksi biomassa besar. Salah satunya adalah Machantus sp (catatan: mungkin nama ini salah, akan aku perbaiki lagi kemudian). Tanamannya kalau dilihat dari fotonya sih mirip dengan rumput gajah.
Indonesia memiliki keunggulan dalam hal biomassa lignoselulosa dibandingkan negara-negara beriklim dingin. Kalau mereka mencari bahan baku, di sini malah kebalikannya. Biomassa lignoselulosa di Indonesia, melimpah, murah, tapi juga banyak yang disia-siakan. Ada banyak potensi biomassa lignoselulosa di Indonesia. Aku ingin menyampaikan di sini sebagian yang aku tahu. Aku harap, para pengambil kebijakan di negeri ini, para peneliti, para ilmuwan, para cendekia, para politisi sadar akan potensi ini.
Aku rasa, kita belum terlambat mengejar ketertinggalan kita dibandingkan dengan negara-negara eropa/skandinavia atau amerika untuk mengembangkan teknologi ini. Ini bukan perkara yang mudah. Untuk mewujudkannya perlu usaha bersama, perlu koordinasi yang tepat, perlu dukungan pendanaan, perlu fasilitas, perlu peralatan, perlu kajian mendalam, dan perlu dukungan kebijakan.
Kalau kita terlambat, maka mungkin teknologi luar yang akan masuk dan kita cuma bisa gigit jari. Bahan baku akan diekspor keluar dan kembali dalam bentuk bioetanol yang harus kita beli. Atau teknologi mereka masuk ke sini dan kita cuma jadi ‘kuli’ saja. Devisa akan lari keluar.
Sumber biomassa lignoselulosa antara lain adalah sebagai berikut:1. Limbah pertanian/industri pertanian : jerami, tongkol jagung, sisa pangkasan jagung, onggok, dll2. Limbah perkebunan: TKKS, bagase, sisa pangkasan tabu, kulit buah kakao, kulit buah kopi, dll3. Limbah kayu dan kehutanan: sisa gergajian, limbah sludge pabrik kertas, dll4. Sampah organik: sampah rumah tangga, sampah pasar, dllAku akan mulai dari yang aku tahu. Mungkin tidak sistematis atau datanya kadaluwarsa. Aku mohon jika ada pembaca yang tahu, punya informasi/data yang lebih akurat dapat membantu memperbaiki tulisan ini.
JERAMI PADI
Beberapa waktu yang lalu aku mengerjakan beberapa kajian/penelitian tentang kompos jerami. Berikutnya aku mencoba membuat
biopulp dari jerami. Pengalaman ini membuatku sedikit tahu tentang jerami. Waktu membuat kompos jerami aku sempat menghitung produksi jerami padi per ha. Waktu itu aku dapatkan angka 15 ton/ha jerami basa habis panen. Beberapa waktu kemudian aku dapatkan informasi dari orang pabrik kertas yang mensurvei jerami sebagai bahan baku pulp. Mereka memperoleh angka 10 ton/ha. Mungkin mereka tidak menyertakan daun-daun padi, karena daun tidak bisa jadi pulp.Dari papers oleh Kim and Dale (2004) menyebutkan bahwa rasio jerami/panen adalah 1.4 (berdasarkan pada berat kering massa). Artinya setiap produksi 1 ton akan menghasilkan jerami 1.4 ton. Misal produksi rata-rata beras di Jawa Barat adalah 6 ton maka jeraminya kurang lebih sebanyak 8.4 ton (berat kering). Moiorella (1985) menyebutkan bahwa setiap kg panen dapat menghasilkan antara 1 - 1.5 kg jerami padi. Data dari Moiorella rasanya lebih akurat.
Oke. Data dari BPS menyebutkan bahwa produksi beras nasional pada tahun 2006 kurang lebih sebanyak 54.7 juta ton dari 11.9 juta ha sawah. Berdasarkan data dari Moiorella maka jumlah jerami diperkirakan mencapai 54.7 sampai 82.05 juta ton (OD) jumlah yang sangat besar. Kandungan jerami menurut Karimi et al (2006) adalah sebagai berikut:
Komponen
Kandungan (%)
Hemiselulosa
27(+/- 0.5)
Selulosa
39(+/- 1)
Lignin
12(+/- 0.5)
Abu
11(+/- 0.5)
Potensi etanol dari jerami padi menurut Kim and Dale (2004) adalah sebesar 0.28 L/kg jerami. Sedangkan kalau dihitung dengan cara Badger (2002) (
lihat di sini) adalah sebesar 0.20L/kg jerami. Nah, dari data ini bisa diperkirakan berapa potensi etanol dari jerami padi di Indonesia, yaitu:
Jerami
Kim and Dale (2004)
Badger (2002)
54,700
15,316 juta liter
10,940 juta liter
82,050
22,974 juta liter
16,410 juta liter
Kita ambil data yang ‘pesimis’ yaitu cara Badger (2002), jumlah etanol tersebut dapat menggantikan bensin sejumlah: 7,915 - 11,874 juta liter. Cukup untuk memenuhi kebutuhan bensin nasional selama satu tahun.
Aku sadari potensi ini, maka aku coba untuk membuat proposal bioetanol dari jerami padi (
lihat di sini). Aku sudah lama bekerja dengan jerami dan aku yakin bisa membuat etanol dari jerami padi skala lab dalam waktu singkat. Tapi rupanya evaluator kacamatanya lain, sehingga tidak melihat potensi ini. Kata mereka proposalku tidak ada nilai ilmiahnya, tidak ada sesuatu yang baru, dan tidak layak dibiayai. Akhirnya proposalku tidak dibiayai.
Proposalku memang lebih ke riset aplikatif. Aku cuma ingin membuktikan hipotesisku bahwa etanol bisa dibuat dari jerami dan aku bisa melakukannya. Kalau dalam skala kecil berhasil, langkah selanjutnya adalah mikirim dalam skala pilot. Lalu skala pabrik. (
mimpi lagi…). Aku tidak terlalu menyesal, karena dana yang disediakan juga kecil.
Tetapi…..
Karena ngak ada biaya ya… terpaksa aku tunda penelitianku tentang bioetenol dari jerami ini. Padahal aku sudah separo jalan.
Ada yang mau membiayai…..?????!!!!!!
Konversi jerami menjadi etanol tidak semudah teorinya. Ada banyak kendala yang harus diatasi. Mungkin lain waktu aku posting di blog ini.

Biomassa Sebagai Energi Terbarukan

Biomassa Sebagai Sumber Energi Terbarukan

Jagung sebagai bahan dasar ethanol, contoh penggunaan biomassa sebagai sumber energi

Sejumlah pakar berpendapat, penggunaan biomassa sebagai sumber energi terbarukan merupakan jalan keluar dari ketergantungan manusia pada bahan bakar fossil.
Apa yang sebenarnya dimaksud dengan biomassa? Dalam sektor energi, biomassa merujuk pada bahan biologis yang hidup atau baru mati yang dapat digunakan sebagai sumber bahan bakar.
Biomassa dapat digunakan secara langsung maupun tidak langsung. Dalam penggunaan tidak langsung, biomassa diolah menjadi bahan bakar. Contohnya, kelapa sawit yang diolah terlebih dahulu menjadi biodiesel untuk kemudian digunakan sebagai bahan bakar.

Sebelum mengenal bahan bakar fossil, manusia sudah menggunakan biomassa sebagai sumber energi. Misalnya dengan memakai kayu atau kotoran hewan untuk menyalakan api unggun. Sejak manusia beralih pada minyak, gas bumi atau batu bara untuk menghasilkan tenaga, penggunaan biomassa tergeser dari kehidupan manusia. Namun, persediaan bahan bakar fossil sangat terbatas. Para ilmuwan memperkirakan dalam hitungan tahun persediaan minyak dunia akan terkuras habis. Karena itu penggunaan sumber energi alternatif kini digiatkan, termasuk di antaranya penggunaan biomassa.

Bildunterschrift: Großansicht des Bildes mit der Bildunterschrift: Gandum, bahan baku pangan atau bahan dasar biomassa?
Biomassa dari Bahan Baku Pangan
Gandum, tebu dan jagung adalah contoh bahan pangan yang juga dapat diolah menjadi energi dari biomassa. Energi tersebut tergolong energi ramah lingkungan yang bahan dasarnya disediakan alam. Namun, penggunaan energi dari biomassa kadang membawa dampak sampingan yang tidak diinginkan. Salah satunya adalah naiknya harga bahan baku pangan.

Penyebabnya macam-macam. Di Jerman misalnya, produksi listrik biomassa mendapat subsidi pemerintah kata ahli biologi Dr. Andre Baumann:
“Ini memicu persaingan antar petani yang menanam gandum untuk pangan dan petani biomassa. Selama ini, produsen gandum untuk biomassa mendapat keuntungan lebih besar daripada petani biasa. Baru belakangan ini, dengan naiknya harga untuk susu dan gandum, petani biasa dapat bersaing dengan petani biomassa. Produsen biogas tak lagi dapat membeli bahan dasar gandum dengan harga murah seperti dalam lima tahun terakhir.“

Di Jerman, 100 kilogram gandum menghasilkan energi biomassa seharga 25 Euro. Tapi bila gandum tersebut dijual sebagai bahan baku pangan, harganya hanya 18 Euro. Kini di sejumlah negara muncul kekuatiran bahwa para petani bahan pangan beralih ke produksi tanaman untuk biomassa. Padahal, produksi bahan pangan saat ini saja belum mencukupi untuk menutup kebutuhan pangan dunia.